Monday, August 22, 2011

Tenang

Ada seorang tukang kayu. Suatu saat ketika sedang bekerja, secara tak disengaja arlojinya terjatuh dan terbenam di antara tingginya tumpukan serbuk kayu. Arloji itu adalah sebuah hadiah dan telah dipakainya cukup lama. Ia amat mencintai arloji tersebut. Karenanya ia berusaha sedapat mungkin untuk menemukan kembali arlojinya. Sambil mengeluh mempersalahkan keteledoran diri sendiri si tukang kayu itu membongkar tumpukan serbuk yang tinggi itu.

Teman-teman pekerja yang lain juga turut membantu mencarinya. Namun sia-sia saja. Arloji kesayangan itu tetap tak ditemukan. Tibalah saat makan siang. Para pekerja serta pemilik arloji tersebut dengan semangat yang lesu meninggalkan bengkel kayu tersebut.
Saat itu seorang anak yang sejak tadi memperhatikan mereka mencari arloji itu, datang mendekati tumpukan serbuk kayu tersebut. Ia menjongkok dan mencari. Tak berapa lama berselang ia telah menemukan kembali arloji kesayangan si tukang kayu tersebut. Tentu si tukang kayu itu amat gembira. Namun ia juga heran, karena sebelumnya banyak orang telah membongkar tumpukan serbuk namun sia-sia. Tapi anak ini cuma seorang diri saja, dan berhasil menemukan arloji itu.

"Bagaimana caranya engkau mencari arloji ini ?", tanya si tukang kayu.
"Saya hanya duduk secara tenang di lantai. Dalam keheningan itu saya bisa mendengar bunyi tik-tak, tik-tak. Dengan itu saya tahu di mana arloji itu berada", jawab anak itu.
Keheningan adalah pekerjaan rumah yang paling sulit diselesaikan selama hidup. Sering secara tidak sadar kita terjerumus dalam seribu satu macam 'kesibukan dan kegaduhan'. Ada baiknya kita menenangkan diri kita terlebih dahulu sebelum mulai melangkah menghadapi setiap permasalahan.

"Segenggam ketenangan lebih baik dari pada dua genggam jerih payah dan usaha menjaring angin." (Pengkhotbah 4:6).

Bosan Hidup

Seorang pria mendatangi Sang Master, "Guru, saya sudah bosan hidup. Sudah jenuh betul.
Rumah tangga saya berantakan. Usaha saya kacau. Apapun yang saya lakukan selalu
berantakan. Saya ingin mati."

Sang Master tersenyum, "Oh, kamu sakit." "Tidak Master, saya tidak sakit. Saya sehat.
Hanya jenuh dengan kehidupan. Itu sebabnya saya ingin mati."

Seolah-olah tidak mendengar pembelaannya, sang Master meneruskan, "Kamu sakit. Dan
penyakitmu itu sebutannya, 'Alergi Hidup'. Ya, kamu alergi terhadap kehidupan."

Banyak sekali di antara kita yang alergi terhadap kehidupan. Kemudian, tanpa disadari
kita melakukan hal-hal yang bertentangan dengan norma kehidupan. Hidup ini berjalan
terus. Sungai kehidupan mengalir terus, tetapi kita menginginkan status-quo. Kita
berhenti di tempat, kita tidak ikut mengalir. Itu sebabnya kita jatuh sakit. Kita
mengundang penyakit. Resistensi kita, penolakan kita untuk ikut mengalir bersama
kehidupan membuat kita sakit.

Yang namanya usaha, pasti ada pasang-surutnya. Dalam hal berumah-tangga,
bentrokan-bentrokan kecil itu memang wajar, lumrah. Persahabatan pun tidak selalu
langgeng, tidak abadi. Apa sih yang langgeng, yang abadi dalam hidup ini? Kita tidak
menyadari sifat kehidupan. Kita ingin mempertahankan suatu keadaan. Kemudian kita gagal,
kecewa dan menderita.

"Penyakitmu itu bisa disembuhkan, asal kamu ingin sembuh dan bersedia mengikuti
petunjukku." demikian sang Master.

"Tidak Guru, tidak. Saya sudah betul-betul jenuh. Tidak, saya tidak ingin hidup." pria
itu menolak tawaran sang guru.

"Jadi kamu tidak ingin sembuh. Kamu betul-betul ingin mati?" "Ya, memang saya sudah bosan
hidup."

"Baik, besok sore kamu akan mati. Ambillah botol obat ini. Setengah botol diminum malam
ini, setengah botol lagi besok sore jam enam, dan jam delapan malam kau akan mati dengan
tenang."

Giliran dia menjadi bingung. Setiap Master yang ia datangi selama ini selalu berupaya
untuk memberikannya semangat untuk hidup. Yang satu ini aneh. Ia bahkan menawarkan racun.
Tetapi, karena ia memang sudah betul-betul jenuh, ia menerimanya dengan senang hati.
Pulang kerumah, ia langsung menghabiskan setengah botol racun yang disebut "obat" oleh
Master edan itu. Dan, ia merasakan ketenangan sebagaimana tidak pernah ia rasakan
sebelumnya.

Begitu rileks, begitu santai! Tinggal 1 malam, 1 hari, dan ia akan mati. Ia akan
terbebaskan dari segala macam masalah. Malam itu, ia memutuskan untuk makan malam bersama
keluarga di restoran Jepang. Sesuatu yang sudah tidak pernah ia lakukan selama beberapa
tahun terakhir. Pikir-pikir malam terakhir, ia ingin meninggalkan kenangan manis. Sambil
makan, ia bersenda gurau. Suasananya santai banget!

Sebelum tidur, ia mencium bibir istrinya dan membisiki di kupingnya, "Sayang, aku
mencintaimu. "Karena malam itu adalah malam terakhir, ia ingin meninggalkan kenangan
manis! Esoknya bangun tidur, ia membuka jendela kamar dan melihat ke luar. Tiupan angin
pagi menyegarkan tubuhnya. Dan ia tergoda untuk melakukan jalan pagi. Pulang kerumah
setengah jam kemudian, ia menemukan istrinya masih tertidur. Tanpa membangunkannya, ia
masuk dapur dan membuat 2 cangkir kopi. Satu untuk dirinya, satu lagi untuk istrinya.
Karena pagi itu adalah pagi terakhir,ia ingin meninggalkan kenangan manis!

Sang istripun merasa aneh sekali Selama ini, mungkin aku salah. "Maafkan aku, sayang."

Di kantor, ia menyapa setiap orang, bersalaman dengan setiap orang. Stafnya pun bingung,
"Hari ini, Boss kita kok aneh ya?" Dan sikap mereka pun langsung berubah. Mereka pun
menjadi lembut. Karena siang itu adalah siang terakhir, ia ingin meninggalkan kenangan
manis!

Tiba-tiba, segala sesuatu di sekitarnya berubah. Ia menjadi ramah dan lebih toleran,
bahkan apresiatif terhadap pendapat-pendapat yang berbeda. Tiba-tiba hidup menjadi indah.
Ia mulai menikmatinya. Pulang kerumah jam 5 sore, ia menemukan istri tercinta
menungguinya di beranda depan.

Kali ini justru sang istri yang memberikan ciuman kepadanya, "Sayang, sekali lagi aku
minta maaf, kalau selama ini aku selalu merepotkan kamu." Anak-anak pun tidak ingin
ketinggalan, "Pi, maafkan kami semua. Selama ini, Papi selalu stres karena perilaku
kami."

Tiba-tiba, sungai kehidupannya mengalir kembali. Tiba-tiba, hidup menjadi sangat indah.
Ia mengurungkan niatnya untuk bunuh diri. Tetapi bagaimana dengan setengah botol yang
sudah ia minum, sore sebelumnya?

Ia mendatangi sang Guru lagi. Melihat wajah pria itu, rupanya sang Guru langsung
mengetahui apa yang telah terjadi, "Buang saja botol itu. Isinya air biasa. Kau sudah
sembuh, Apa bila kau hidup dalam kekinian, apabila kau hidup dengan kesadaran bahwa maut
dapat menjemputmu kapan saja, maka kau akan menikmati setiap detik kehidupan. Leburkan
egomu, keangkuhanmu, kesombonganmu. Jadilah lembut, selembut air. Dan mengalirlah bersama
sungai kehidupan. Kau tidak akan jenuh, tidak akan bosan. Kau akan merasa hidup. Itulah
rahasia kehidupan. Itulah kunci kebahagiaan. Itulah jalan menuju ketenangan."

Pria itu mengucapkan terima kasih dan menyalami Sang Guru, lalu pulang ke rumah, untuk
mengulangi pengalaman malam sebelumnya. Konon, ia masih mengalir terus. Ia tidak pernah
lupa hidup dalam kekinian. Itulah sebabnya, ia selalu bahagia, selalu tenang, selalu hidup...

-------------- --------- --------- --------- --------- --------- --------- --------- --------- --------- --------
Orang menjadi bosan hidup karena dia kehilangan arah hidup dan tiba di jalan buntu. Karena itu supaya tidak bosan hidup, kita harus terus berusaha agar tetap survive hidup dengan usaha yang cerdas.